Selamat datang di SampulBaca.Com

IPK TINGGI, TUNTUTAN PRIBADI ATAU TUNTUTAN SISTEM?

Friday, January 18, 20130 comments

    Baru – baru ini para dosen berteriak supaya mahasiswanya yang IPK-nya rendah segera mengajukan perbaikan nilai. Ini adalah upaya kehawatiran para dosen yang sayang kepada mahasiswanya atau suatu rasa sayang yang dampaknya justru buruk pada mahasiswa itu sendiri. Para dosen berteriak seperti itu bukan karena alasan, mereka menghawatirkan mahasiswanya yang kuliah diperguruan bahwa tuntutan pemerintah untuk penerimaan CPNS minimal harus nilai IPKnya diatas 3,00.
     Sedangkan bagi mahasiswa itu sendiri tuntutan IPK diatas 3,00 membuat suatu kehawatiran tersendiri bagi mereka. Mereka akan berpikir bahwa masa depan mereka akan lebih sulit bila IPK mereka dibawah 3,00. Maka Impian untuk menjadi  Guru yang sudah diangkat menjadi PNS akan menjadi sekedar impian belaka karena IPK mereka dibawah standar yang  ditetapkan oleh pemerintah tidak memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi CPNS.

     Mahasiswa yang mempunyai IPK buruk akan semakin dilema memikirkan masa depan mereka. Dilema yang mereka pikirkan yaitu biaya kuliah yang tinggi yang memberatkan mereka untuk mengulang salah satu mata kuliah yang mereka tempuh sebelumya dengan nilai yang buruk. Selain itu mereka dihadapkan dengan persepsi bahwa dengan semakin cepat lulus, persaingan didunia kerja akan lebih ringan daripada mereka harus menunda kelulusan karena bertambah tahun angka angkatan kerja baru selalu bertambah. Oleh karena itu jika angkatan kerja baru bertambah banyak, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan baru semakin sulit.

     Selain itu, hal ini akan menekan mental mahasiswa karena dengan tuntutan seperti itu malah bukan menjadi tantangan pribadi buat mereka. Mereka bisa saja membeli nilai itu dari dosen-dosen mereka. Kalau mahasiswa sudah seperti ini dan dosennya juga mengikuti mau mereka. Maka tidak ada lagi mahasiswa sejati di dunia ini dan juga tidak ada lagi PNS yang jujur di negeri ini. Menurut  Jalaludin Rahmat dalam bukunya “Perubahan Sosial” mahasiswa sejati adalah mahasiswa yang memiliki idealisme tinggi, semangat merealisasikan tujuan perjuangan serta punya kesiapan dan pengorbanan untuk mewujudkannya.
 
    Ini adalah masalah kebijakan yang juga salah oleh pemerintah. Pemerintah tidak mampu membentuk birokrasi yang bersih mulai dari dunia pendidikan sampai ke instasi pemerintahan. Pemerintah mengeluh banyak PNSnya yang tidak profesional. Pemerintah tidak mampu menjalankan praktek seleksi CPNS tanpa KKN. Pemerintah hanya mencari sistem yang mudah yang mungkin tepat tapi  tetaplah tidak mampu menyeleksi CPNS dengan bijak. Dengan IPK 3,00 ke atas bukan berarti acuan itu mampu menyeleksi CPNS yang kompeten dan kredibel. Alasannya karena belum tentu IPK 3,00 ditempuh dengan murni oleh mahasiswa di kampusnya. Malah aturan itu akan menutupi peluang anak negeri ini yang unggul dengan IPK dibawah 3,00.

     Seharusnya Pemerintah  kita berkaca kepada mahasiswa era  dulu. Sekitar tahun 60-an. Walau jumlah kampus masih sangat sedikit, dunia kampus kala itu, tidak hanya bermutu secara intelektual mahasiswa, tapi juga melahirkan mahasiswa bermutu dari sisi semangat bergerak dan berjuang. Mahasiswa yang ada bukanlah generasi mahasiswa yang berjuang karena azas manfaat dan pragmatis. Mahasiswa yang lahir era 60-an ialah generasi mahasiswa yang paham betul tuntutan masyarakat. Bergerak dalam pergerakan demi terpenuhnya hak-hak rakyat yang tertindas penguasa tirani. Berjuang dengan terus mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat.

     Perlu diingat, walau mereka aktif dalam dunia pergerakan mahasiswa, dalam perkuliahan mereka benar-benar mendapatkan ilmu sesuai bidangnya. Namun, ilmu yang dipelajari tersebut bukan hanya ditujukan untuk mendapat nilai dan IPK besar. Sangat hebat dan kuat kondisi mahasiswa ‘tempoe doeloe’. Tidak cukup hanya dengan kuliah dan aktif dalam pergerakan. Mereka juga rela kuliah sambil kerja kasar untuk membiayai kuliahnya, demi kelangsungan hidup mereka dan keluarganya.

    Perjuangan gigih yang mereka lakukan justru tidak sekedar mencetak otak yang cerdas untuk masalah akademik. Tapi juga cerdas dalam mengarungi kehidupan. Mereka bersentuhan langsung dengan realita yang penuh
rasa. Rasa manis, pahit  bahkan asam dan asin. Semua rasa mencirikan berbagai realita yang menghantui otak-otak mahasiswa. Sayang, tidak sedikit mahasiswa yang memilih hidup dengan rasa yang tepat.

   Kini, dunia mahasiswa juga dipenuhi realita yang buruk sekali. Mahasiswa yang sebenarnya kritis dipaksa ‘tidur’. Mahasiswa yang tahu betul dengan kebobrokan rezim dan sistem negeri ini dipenjarakan dengan berbagai kebijakan. Intinya, segala kebijakan dibuat agar kebebasan mahasiswa untuk ‘melawan’ lewat kendaraan organisasi-organisasi tertutup rapat. Mahasiswa sekarang ‘dipaksa’ untuk hanya menyibukan diri mengejar prestasi akademik lewat IPK yang besar, dipaksa untuk cepat tamat kuliah, ‘dipaksa’ untuk menolak ajakan aksi koreksi atas kebijakan penguasa apalagi jika diajak untuk mengikuti kegiatan Kerohanian, ‘dipaksa’ untuk tidak melek politik apalagi ngomong politik. Kini, mahasiswa disuap oleh materi-materi sekuler yang lahir dari kurikulum yang sekuler pula. Alhasil, akibat bodohnya otak mahasiswa sekarang, banyak mahasiswa bangga hanya karena diiming-iming bekerja diperusahaan asing, mendapatkan beasiswa ke luar negeri –padahal itu (tidak semua) merupakan salah satu strategi brain wash-, bangga gaji besar, dan bangga ‘dibeli’ oleh partai politik dan sebagainya.

    Beginilah kondisi mahasiswa sekarang. Mereka adalah korban proyek Pemerintah. Sepertihalnya kurikulum yang dipaksakan sehingga terkesan itu proyek untuk menghabiskan APBN.  Mulai dari sistem hingga produk sistem sama rusaknya. Tapi Dalam kilasan sejarah, baik pada scope nasional, regional dan internasional urgensi dan daya dobrak yang luar biasa dari mahasiswa sudah menjadi bukti yang cukup membuat orang-orang yang meremehkan potensi mahasiswa akan berpikir beberapa kali sebelum melakukan tindakan konfrontasi dengan mereka. Segala perubahan hanya terjadi lewat tangan-tangan mahasiswa!

Terlepas dari fakta sejarah diatas, setiap generasi menuntut peran yang berbeda dari mahasiswa. Setiap masa ada pejuang dan pemenangnya masing-masing. Setiap era dengan berbagai realitanya akan membagi kelompok mahasiswa, menjadi biasa atau mahasiswa luar biasa. Setiap zaman akan ada pembagian, menjadi pemain ataukah penonton. Menjadi aktivis atau menjadi komsumtif dan individualis.


/wahyudi/


Share this article :

Post a Comment

Silahkan Pasang link web/ blog Anda di bawah ini
 
Support : Sampul baca | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. Sampul Baca - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by SampulBaca.Com
Proudly powered by Blogger